
Final Liga Champions Pertama Chelsea Berujung Luka Mendalam
Malam hujan di Moskow seharusnya jadi momen keemasan Chelsea di pentas Eropa.
Di Luzhniki Stadium, puluhan ribu pasang mata menyaksikan final Liga Champions antara Chelsea dan Manchester United.
John Terry melangkah ke titik putih, dengan sejarah menantinya.
Jika berhasil mengeksekusi penalti, ia akan membawa Chelsea meraih gelar Eropa pertama.
Namun, nasib berkata lain. Ia terpeleset saat menendang bola dan peluang emas sirna begitu saja.
Manchester United akhirnya juara, sedangkan Chelsea harus pulang membawa luka.
Momen Penalti John Terry: Antara Pahlawan dan Penyesalan
Lebih dari sekadar gagal penalti, malam itu menjadi simbol perbedaan tipis antara kejayaan dan kehancuran.
John Terry, kapten tangguh, justru menjadi wajah kegagalan yang tak terlupakan.
Sebelumnya, Cristiano Ronaldo membawa MU unggul. Frank Lampard membalas tepat sebelum jeda.
Drama makin panas ketika Didier Drogba dikartu merah jelang akhir perpanjangan waktu.
Di babak adu penalti, Ronaldo gagal. Peluang emas pun berpindah ke Chelsea.
Namun saat itulah Terry tergelincir dan kegagalan datang menyakitkan.
Claude Makelele Ungkap Perubahan Rencana Penalti Chelsea
Baru kemudian terungkap bahwa Terry sebenarnya bukan penendang kelima yang direncanakan.
Claude Makelele mengungkap bahwa peran itu seharusnya diambil Salomon Kalou.
“Kami punya daftar penendang, tapi berubah di menit akhir,” ujar Makelele.
“John mengambil alih kesempatan yang seharusnya untuk Kalou.”
Ia tak menyembunyikan kekecewaan. “Saya marah saat dia gagal.
Seharusnya dia jadi pemimpin, bukan mencoba menjadi pahlawan.”
John Terry dan Tangisan Seorang Kapten
Saat bola membentur tiang, Terry terjatuh. Hujan membasahi wajahnya yang penuh duka.
Chelsea, yang tinggal satu tendangan lagi, justru harus kalah dari MU lewat penalti Anelka yang digagalkan Van der Sar.
Terry mengenang malam itu dalam podcast tahun 2024.
“Saya berdiri di hotel, lantai 25, menatap hujan dan bertanya, ‘Kenapa saya terpeleset?’”
Lebih menyakitkan lagi, tiga hari setelahnya, ia bermain untuk Timnas Inggris.
“Saya mencetak gol sundulan melawan Amerika Serikat, tapi saya hancur secara emosional,” katanya.
Ego dan Keputusan yang Mengubah Segalanya
Sepak bola sering memuji keberanian, tapi kadang keberanian berubah jadi kesalahan.
Keputusan Terry mengabaikan rencana tim membuka ruang bagi takdir menyakitkan.
Meski Anelka juga gagal, dunia hanya mengingat momen paling dramatis—terpelesetnya seorang kapten dalam hujan.
Chelsea Juara di 2012, Tapi Luka Moskow Tak Pernah Hilang
Empat tahun setelahnya, Chelsea menjuarai Liga Champions di Munich.
Namun, malam di Moskow tetap jadi luka yang tak sembuh bagi Terry.
Bagi sang kapten, satu tendangan itu tak hanya gagal menembus gawang.
Tapi juga menggores sejarah yang tak akan pernah bisa diulang.