
Klub Liga 1 tunggak gaji pemain sebuah permalasahan yang akhirnya mendapat perhatian serius dari PT Liga Indonesia Baru (LIB).
Direktur Utama PT LIB, Ferry Paulus, menjelaskan bahwa penunggakan gaji pemain disebabkan oleh dua faktor utama, yakni penurunan kontribusi sponsor serta minimnya pendapatan dari tiket pertandingan.
Masalah Keuangan Klub Liga 1 Makin Terlihat
Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah pemain mulai angkat suara soal gaji yang belum dibayarkan. Mereka mengaku kecewa atas situasi ini.
Kasus paling mencolok datang dari pemain PSIS Semarang, dan juga eks pemain Semen Padang yang mengalami situasi serupa. Bahkan, FIFA telah menjatuhkan sanksi kepada tiga klub Liga 1 karena masalah gaji: PSM Makassar, Persik Kediri, dan PSIS Semarang.
“Kalau dari sisi salary cap tidak ada pelanggaran, karena kami sudah melakukan verifikasi,” kata Ferry Paulus.
Namun, ia mengakui bahwa realitas di lapangan memperlihatkan klub mengalami kesulitan keuangan akibat beberapa faktor penting.
📌 Baca juga: PT LIB Perketat Pengawasan Perwasitan Menjelang Akhir Musim Liga 1 2024/2025
Pendapatan Klub Tidak Stabil
Menurut Ferry, banyak sponsor yang sebelumnya telah menandatangani kerja sama kini menarik diri atau menunda komitmen. Selain itu, pendapatan dari penjualan tiket pertandingan juga jauh dari harapan.
Akibatnya, arus kas (cash flow) klub terganggu, sehingga berdampak langsung pada pembayaran gaji pemain.
Salah satu penyebab utamanya adalah keterbatasan pemasukan klub, sementara pengeluaran terus berjalan, terutama untuk operasional dan gaji pemain.
📌 Baca juga: PT LIB Pastikan Hadiah EPA U-18 PSM Sudah Dibayarkan
PT LIB Siapkan Regulasi Baru Hadapi Musim Depan

Saat ini, PT LIB tengah menyiapkan kebijakan baru untuk mencegah penunggakan gaji terulang di musim depan. Salah satu rencananya adalah mengatur batas pengeluaran klub berdasarkan besar kecilnya pendapatan aktual klub tersebut.
“Musim depan kami akan menerapkan kebijakan seberapa besar pendapatan klub, sebesar itu juga pengeluarannya,” jelas Ferry.
Dengan skema ini, klub tidak akan diperbolehkan mengeluarkan dana melebihi kemampuan mereka. Hal ini bertujuan agar klub lebih disiplin secara finansial.
Selain itu, PT LIB akan menambah kewajiban kontribusi dari klub ke operator liga sebagai upaya pengawasan dan pembinaan yang lebih ketat.
Aturan Salary Cap Masih Berlaku
PT LIB tetap menerapkan financial control dengan batas belanja klub maksimal Rp 50 miliar per musim. Tujuannya adalah agar klub tidak belanja berlebihan dan terhindar dari krisis finansial.
Namun demikian, Ferry menegaskan bahwa aturan salary cap saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan gaji.
Maka dari itu, perbaikan sistem akan dilakukan agar lebih realistis dan sesuai dengan kondisi keuangan masing-masing klub.
Sumber :